Produktif Belajar Dari Rumah

Tak bisa dipungkiri lagi bahwa teknologi makin berkembang serta didukung internet yang sudah ada di mana-mana atau dengan mudah kita dapatkan. Seakan-akan kehadiran internet sudah menjadi kebutuhan primer bagi sebagian besar orang.

Kehidupan yang kompetitif juga tidak bisa lagi dibendung, tidak bisa dihindari dan memang harus dihadapi, dijalani dengan ilmu, wawasan, dan keterampilan. Untuk bisa meningkatkan kualitas diri kita butuh membaca buku atau artikel, hadir workshop, mengikuti seminar, bahkan sekolah lagi. Sekolah lagi? Atau kursus? Mana sempat, nggak ada waktu. Nah, sekarang kan jaman teknologi didukung internet di mana-mana dan kabar bahagianya adalah telah banyak bermunculan kursus-kursus atau kuliah (kelas) jarak jauh atau biasa kita sebut dengan kursus online, sebutan kerennya MOOC (Massive Open Online Course). Sangat cocok bagi teman-teman yang haus akan ilmu boleh nih dicoba, ada beberapa kursus online yang bisa mengobati dahaga akan ilmu dan pengetahuan. Kalau saya pribadi, sekalian memaksimalkan keberadaan wifi di rumah. 😀

  1. Sekolah TOEFL

Sekolah TOEFL ini didirikan dan diampu oleh Mr. Budi Waluyo. Di  Sekolah TOEFL ini kita akan belajar Bahasa Inggris dari dasar. Jadi jangan khawatir bagi yang belum belajar Bahasa Inggris sebelumnya. Metode pembelajarannya pun asik, handbook diberikan setiap awal minggu (hari senin) untuk dibaca dan dikerjakan soal-soal latihannya. Sangat fleksibel karena bagi teman-teman yang super sibuk bisa mengatur sendiri atau meluangkan waktu kapan akan ‘menyapa’ handbook yang sudah diunduh.

Di Sekolah TOEFL ini ada temu online setiap hari minggu pukul 20.00-22.00. Selain bisa tanya jawab di temu online, kita bisa diijinkan juga untuk bertanya langsung kepada Mr. Budi melalui private message (Line atau Inbox FB). Selain belajar materi, disediakan TOEFL Prediction Test sebagai pemanasan, tolak ukur sejauh mana perkembangan kita selama belajar. Saya adalah salah satu siswa Sekolah TOEFL angkatan 3. ^^

Tak hanya belajar TOEFL, para siswa juga diberikan bekal dalam pembuatan essai serta cerita-cerita inspiratif para awardees dari berbagai macam beasiswa. Benar-benar bisa jadi ‘kompor’ penyemangat belajar. Sekolah TOEFL ini gratis, modalnya hanya semangat dan komitmen yang tinggi. Serta kabar gembiranya, Sekolah TOEFL akan ada pembukaan angkatan ke 5. Yuk…yuk, bagi yang ingin belajar dengan happy dan fun bisa bergabung.

12809601_1145690042131482_7605140948512429861_n
*sumber gambar dari FB Mr. Budi Waluyo

2. IndonesiaX

Saya tahu tentang IndonesiaX saat mengikuti Youth Media Festival di Universitas Dian Nuswantoro, Semarang. Saya mendapatkan kelas diskusi bersama Mas Riski pendiri IndonesiaX.

IndonesiaX menyediakan kursus-kursus yang diampu oleh beberapa universitas dan institusi terbaik di Indonesia. Kalau saya sedang ambil 2 kelas Pak Rhenal Kasali dari Rumah Perubahan dan dari ITB tentang sistem informasi. Materi disampaikan melalui handbook dan video serta ada ujiannya tiap minggu sesuai dengan materi. Jadi ketika lulus dari setiap kelas yang diambil akan mendapat sertifikat. Kelas-kelas yang ditawarkan pun gratis. Tiap pekan ketika ada materi baru, para siswa akan mendapat pemberitahuan melalui email.

Nah, tertarik? Langsung daftar aja yaa ^^

3. Future Learn

Untuk program yang satu ini saya sudah mengikuti sejak 2014 *haha. Belajar di Future Learn it is free dan disediakan sertifikat. Banyak program yang ditawarkan di Future Learn dari berbagai universitas di dunia. Terakhir program yang saya ambil Community Journalism: Digital and Social Media dari Universitas Bristol. Programnya banyaaaaak, bisa dipilih sesuai hati nurani. ^^

Bisa kenalan-kenalan dulu dengan berkunjung Future Learn secara langsung.

4. Bahasa Arab

Setahu saya, ada beberapa pilihan untuk belajar Bahasa Arab online. Salah satunya di Arab Academy UGM. Link webnya menyusul yah, tapi bisa tanya-tanya langsung ke Mbak Aminah di no 085647478775 atau chat melalui FB Siti Aminah. Kalau saya belum pernah ambil kursus online, tapi saya memang salah satu alumni dari Sastra Asia Barat prodi Sastra Arab UGM. Jadi, di Arab Academy UGM memang diajar oleh beliau-beliau yang ahli di bidang Bahasa Arab. Kualitas terjamin.

IMG_2005
*foto saat launching Arab Academy, sumber foto di sini.

Nah, ada empat tempat belajar jarak jauh yang bisa dicoba. Sebenarnya masih banyak platform yang menyediakan program belajar jarak jauh, seperti CourseraDuolingo, Fluentland dan lain-lain. Namun, saya baru mengikutinya empat tempat yang saya sebut di atas atau dulu saya pernah ikut kelas kepenulisan online di writing revolution dan kelas menulis kearifan Tarbawi. Pesan saya, saat mengambil keputusan untuk kelas online ini haruslah sabar, telaten, rajin, dan tanam komitmen kuat-kuat agar maksimal, amanah, dan mendatangkan berkah.

Nah, bagi teman-teman yang sudah pernah mengikuti kelas online bisa loh di share di kolom komentar, agar saya juga bisa semakin tahu kelas online yang belum pernah saya ambil…hehe 😀

Semoga bermanfaat ^^

Mana Yang Lebih Berat, Naik Gunung Atau Naik Pelaminan?

MP : “Aku mau naik gunung.”
S     : “Nggak ngajak aku? Gunung mana?”
MP : “Belum tau, emang mau?”
S     : “Hmm, jangankan naik gunung, diajak naik pelaminan aja aku mau.”

Yah, itu adalah sepenggal percakapan saya dan Mas Partner sekitar akhir Juli atau awal Agustus 2015. Saat itu belum ada rencana gunung mana yang akan didaki. Masih sebatas wacana yang seringnya take it easy. 😀

Agustus menjadi bulan di mana saya nostalgia tentang momen bersejarah, momen peralihan status dari lajang menjadi istri orang, momen serah terima tanggung jawab dunia akhirat dari ayah kepada lelaki langit pilihan Allah. Sebenarnya, saya dan Mas Partner bukan tipe yang harus ada ritual apalah-apalah. Namun, Agustus 2014 di tahun pertama kami menghabiskannya dengan menginap di pantai demi memburu milky way, apalah daya, perhitungan kami meleset. Agustus 2015, di tahun kedua akhirnya terealisasi dengan nuansa gunung. Ya, naik gunung. Gunung Ungaran.

Gunung Ungaran terletak di kabupaten Semarang, daerah Ambarawa dengan ketinggian 2.050 mdpl. Tidak terlalu tinggi bagi yang sudah profesional atau terbiasa naik gunung, tapi bagi pemula seperti saya, that is unspoken, guys! Saat itu, jalur yang kami lewati dari pos mawar, letaknya di atas umbul sidomukti. Bagi yang berminat naik gunung Ungaran, bisa dicek untu jalur pendakiannya di sini, karena ada beberapa jalur pendakian.

Persiapan 

Masa persiapan ini bagi saya bisa dikategorikan sangat singkat. Bukan hanya mempersiapkan peralatan-peralatan dan bahan makanan untuk bertahan, tetapi juga mempersiapkan fisik dengan olahraga dan persiapan mental, lebih persiapan etika saat naik gunung. Yaaa, semacam memantaskan diri untuk bisa menuju puncak, meski realitanya tidak bisa sampai puncak karena kebakaran.

Masa persiapan ini penting, seperti halnya mempersiapkan peralatan yang akan dibawa. Bagi pendaki yang rutin naik gunung, memiliki tenda, kompor, matras, sleeping bag dkk adalah hal wajib. Nah, karena Mas Partner suka naik gunung tapi tidak rutin jadilah untuk tenda kami harus searching di dunia maya outlet yang menyewakan tenda dom. Alhamdulillah, sleeping bag, matras, carrier sudah siap tinggal bongkar lemari. 😀

Persiapan lainnya, yaitu persiapan fisik dengan olahraga. Jogging hampir tiap hari, push up, sit up, dan bersepeda. Paling sering sih jogging. Lanjut dengan persiapan mental. Saya memaknai persiapan mental ini lebih kepada persiapan untuk mentadabburi ciptaan Allah, mensyukuri kehadiran alam yang indah, menjaganya dengan tidak membuang sampah sembarangan atau pura-pura lupa dengan sampah yang ditinggal begitu saja, lebih jauh lagi memaknai perjalanan naik gunung itu sendiri.

Naik-Naik Ke Puncak Gunung

Well, setelah semua persiapan mencapai 100%, ayoooo angkat carrier! Ternyata oh ternyata, naik gunung itu tidak semudah yang saya bayangkan sebelumnya. Saat berangkat, medannya tentu saja menanjak. It has made me hard to breath. It really has. Saat itu pun punggung saya tidak terbebani dengan barang bawaan, semua barang-barang dalam carrier ada di punggung Mas Partner, ia yang mengambil alih. Sudah pasti jauh lebih berat daripada saya, but he always make sure that everything will be fine for me, for us. Jalan yang ditapaki pun tak selalu mulus, nggak ada jalan aspal ya 😀 ada bagian yang berbatu, berpasir, berdebu, berselimut daun-daun yang gugur, dan ada yang sedikit terjal. Ada kalanya sampai di titik di mana disuguhi pemandangan yang memanjakan dan ada kalanya ada pemandangan yang menyuguhkan sedikit rasa takut dengan pohon-pohon yang rimbun, semak, rumput-rumput yang tinggi atau bahkan suara-suara khas rimba.

Saat telah sampai di tempat camping, ada semacam pembagian tugas meski tidak terang-terangan ‘ini tugasmu dan ini tugasku’ melainkan sudah paham dengan tugas masing-masing. We are a solid team. 

IMG_5107 (FILEminimizer)*dokumentasi pribadi

Tidur dalam tenda di alam terbuka, walaupun sudah ada sleeping bag tapi kerasnya tanah yang kena punggung juga gak bisa menipu. Jelas beda empuknya kasur di rumah dengan saat camping. Di sisi lain, inilah kehidupan, ada masa perlu mencoba hal-hal luar biasa untuk berbagi rasa. Menjemput makna dan memaknai setiap detik yang ada.

Bagi saya, hal yang paling susah adalah keberadaan kamar mandi. Pagi hari saat matahari mulai naik dan usai sarapan, untuk bertemu kamar mandi harus berjalan selama 1,5 jam dengan kecepatan ala saya hingga desa terdekat. Itu rasanya luar biasa. Teringat sore sehari sebelumnya, Mas Partner dan satu sahabat perjalanan kami harus menempuh jarak yang jauh untuk bisa mendapatkan air.

Perjalanan Pulang

Jika saat berangkat, medan yang dilalui menanjak maka saat turun jalan yang dilalui adalah tapak-tapak menurun. Terlihat mudah tapi juga tidak kalah berat. Berat menahan beban badan. Benar-benar harus ekstra sabar. Ditambah dengan debu yang makin beterbangan tanpa bisa dikendalikan serta terik yang lumayan. Semuanya tetap menyenangkan hingga sampai pos terakhir.

Proses perjalanan pulang, bukan hanya membawa barang-barang yang dibawa saat naik, namun juga saya, Mas Partner, dan dua sahabat saya juga membawa sampah yang ditinggalkan di sekitar area camping. Bahkan beberapa papan petunjuk dan pohon tumbang dengan posisi melintang juga menjadi korban tangan-tangan jahil. Di sini, kita diuji agar bisa menahan diri agar tidak merusak tetapi kita diberi tantangan untuk menahan diri dan sekuat tekad untuk menjaga dan merawat alam kita.

Tentang Naik Pelaminan

Memang terlihat berbeda sekali antara naik gunung dan naik pelaminan. Naik pelaminan itu mudah bagi tamu undangan, bagi pengantin perempuan agak susah-susah gampang jika memakai jarik :D. Eits, bukan naik pelaminan yang itu yang saya maksud. Naik pelaminan secara semiotik yang saya pikirkan. Naik pelaminan bagi dua insan yang memutuskan untuk menggenap separuh agama bagi saya adalah sebuah keputusan yang besar. Ada masa persiapan untuk sebuah tujuan memantaskan diri atas tanggung jawab yang akan dijalani. Banyak bekal yang harus dipersiapkan yang itu tak hanya soal materi.

Pernikahan yang tidak hanya antara 2 anak manusia, tetapi tentang menyatukan dan mengkeluargakan dua keluarga besar yang (mungkin) memiliki latar belakang yang (sangat) berbeda. Ada tanggung jawab, kewajiban, hak, dan tugas. Memahami bahwa rumah tangga adalah sebuah tim, harus bisa membangun kerjasama atau hal-hal yang besar lain.

Pernikahan juga merupakan proses saling memahami karakter pasangan. Jika saya, saya dihadapkan dengan seorang yang iriiiiiiit sekali bicara, romantis dengan kata-kata pun bisa dihitung tapi memiliki cara untuk romantis yang seringnya saya lewatkan. Lama-lama pun saya menyadari memang begitu cara Mas Partner beromantis. I love you just the way you are, Mas Partner. 😀

IMG_5124 (FILEminimizer)*dokumentasi pribadi dengan caption “Point of View in Life”

Dalam sebuah obrolan, teman saya pernah bilang bahwa jika ingin mengetahui karakter orang apalagi orang yang mau hidup dengan kita, ajaklah naik gunung. Dia akan banyak mengeluh, diam, optimis atau akan bagaimana reaksinya. Jika saat naik gunung saja dia banyak mengeluh, bagaimana saat (setelah) naik pelaminan dan melanjutkan menjalani hidup bersama? Ya, masuk logika pernyataan teman saya itu. *haha.

Pesan saya sih, jangan takut naik pelaminan. Niat baik akan menemukan jalannya dan akan lebih banyak lagi pintu-pintu kemudahan yang terbuka lebar-lebar.

Nah, setiap pertanyaan butuh jawaban: mana yang lebih berat, naik gunung atau naik pelaminan?

 

 

Perahu Kertas: Tentang Pertemuan Radar Neptunus Teman Masa Kecil

Hello, setelah beberapa hari tidak berotasi di dunia blogging. Hari ini saya memantapkan diri menulis tentang buku terbaik yang pernah dibaca sebagai tugas tema yang harus ditulis di One Day One Post (ODOP) minggu lalu.

Bicara tentang menulis pastilah tidak akan lepas dari aktifitas membaca, iya kan? iya kan? Emang iya. Menulis dan membaca adalah pasangan terbaik sepanjang masa 😀

Bagi saya, salah dua kebahagiaan adalah membaca dan buku. Dibandingkan dengan belanja baju yang notabene saldo di rekening akan jauh lebih aman, maka tidak akan berlaku ketika saya pergi ke pameran buku dan toko buku, entah offline ataupun online. Saldo jaraaaaaaaaang sekali aman. Tidak hanya saya, Mas Partner juga. 😀
Apalagi Mas Partner pernah bilang, “Lebih baik disimpan dan nggak tau bacanya kapan, daripada pengen baca tapi nggak ada bukunya.” Sedangkan saya punya prinsip, “Lebih baik nyesel beli daripada nggak beli.”

Nah, jika diminta untuk memutuskan buku apa yang berkesan adalah hal paling sulit untuk diputuskan. Semua buku yang pernah saya baca memiliki kesan yang mendalam sedalam lautan dan kebanyakan adalah karya non-fiksi atau novel. Salah satunya adalah Perahu Kertas. Cerita dalam Perahu Kertas seakan mewakili cerita menuju pernikahan antara saya dan Mas Partner. Kami sudah kenal sejak kelas kelas 5 SD tetapi tidak pernah 1 sekolah dan sangat jarang bahkan tidak pernah bertemu, saya pun lupa pernah mengenalnya. Bukan jahat ya :D. Cerita selengkapnya mungkin bisa di postingan berikutnya. Ya, seperti halnya Keenan dan Kugy dalam kisah tersebut yang bertemu lalu berpisah tidak bertemu untuk sekian lama, namun akhirnya takdir melalui radar neptunus membawa mereka bertemu kembali.

IMG_5773*dokumentasi pribadi

‘Karena hati tak perlu memilih, ia selalu tahu kemana harus berlabuh’ ― Dee Lestari, Perahu Kertas

Kisah saya tidak hanya berhenti sekedar cerita yang sama. Quote yang ada di beberapa bagian pun juga nancep di salah satu kisah dalam sejarah hidup saya.

“Kadang-kadang langit bisa kelihatan seperti lembar kosong. Padahal sebenarnya tidak. Bintang kamu tetap di sana. Bumi hanya sedang berputar.”
Dee Lestari, Perahu Kertas

“Akan ada satu saat kamu bertanya: pergi ke mana inspirasiku? Tiba-tiba kamu merasa ditinggal pergi. Hanya bisa diam, tidak lagi berkarya. Kering. Tetapi tidak selalu itu berarti kamu harus mencari objek atau sumber inspirasi baru. Sama seperti jodoh, Nan. Kalau punya masalah,tidak berarti harus cari pacar baru kan? Tapi rasa cinta kamu yang harus diperbarui.Cinta bisa tumbuh sendiri,tetapi bukan jaminan bakal langgeng selamanya,apalagi kalau tidak dipelihara. Mengerti kamu?”
-Nasihat Poyan pada Keenan suatu hari”
Dee Lestari, Perahu Kertas

Ketika saya dan pihak keluarga Mas Partner menemukan dan menyepakati tanggal pernikahan lalu kami sibuk mencari desain undangan akhirnya Mas Partner membuat desain sendiri dan menambahkan lirik lagu Perahu Kertas dalam undangan kami yang sebelumnya meminta izin pada Mbak Dee dan beliau meresponnya dengan sangat baik dan memberi izin selagi tidak dikomersilkan.

 

12422337_1563924530308026_1585078419_o*kiriman dari teman

Nah, setelah desain jadi kami dibantu teman-teman ayoknikah dalam penyempurnaan undangan yang sudah disesain sebelumnya oleh Mas Partner. Bagi teman-teman yang sedang membutuhkan referensi undangan pernikahan silakan klik ayoknikah. Bukan promosi ya, hanya berbagi info. ^^

Selain kisah cintanya, saya menyukai tokoh Kugy yang bagi saya seperti ada kesamaan seperti suka menulis dan jurusan kuliah. *nggaknyambungsih. Overall, novel Perahu Kertas bagi saya adalah salah satu bahagia dalam hidup, ketika saya membacanya saya seakan diajak kembali bernostalgia akan sisi unexpected dalam hidup yaitu nasib jodoh saya. Di kesempatan lain, saya juga akan menulis novel yang berkesan dalam sisi kisah kehidupan saya yang lain. ^^

[Review]: Mie Setan Jahanam Ngawi

DSC_0002

Saya akui bahwa Ngawi mengalami perkembangan yang pesat termasuk dunia kulinernya. Saya banyak menjumpai resto atau semacam kafe yang baru. Menu yang ditawarkan pun juga beragam dan penuh dengan inovasi. Jika dulu menu yang ada ‘hanya itu-itu saja’ misal nasi pecel, soto, gule, chinese food, rawon, sate ayam, sate kambing, bakso, mie ayam dkk, maka sekarang tempat makan baru yang didesain ala-ala kafe serta menawarkan menu yang segar atau menu baru, sebut saja steak, mie yang disajikan dengan suasana baru (yang belum ada di Ngawi) seperti ramen atau mie yang disajikan dengan cara lain. Salah satunya adalah Mie Setan Jahanam Ngawi.

Bagi teman-teman yang ada di Ngawi dan ingin wasting time untuk ngobrol, ketemuan, malam mingguan, atau bahkan sekedar makan, nah, ini di Ngawi ada tempat makan baru terlebih bagi penyuka mie serba pedas. Yes, Mie Setan Jahanam ini baru dibuka, menyediakan makanan pedas dengan menu andalan mie, sesuai slogannya ‘Eat Mie’. Ada mie goreng dan mie rebus tanpa kuah. Penasaran? *haha. Bagi yang tidak menyukai pedas jangan khawatir karena di sana disediakan pilihan level 0 alias tidak pedas. Makan berat selain mie juga ada yaitu, nasi goreng dengan pilihan mulai level 0. Menu mie dan nasi goreng disajikan dengan tambahan nugget dan ham (daging sapi olahan). Dari segi rasa, menurut saya rasanya berada di level terpuji ^^ enaaaaaak.

Selain menu utama, Mie Setan Jahanam juga menyediakan dessert atau makanan pencuci mulut, seperti pancake eskrim, 3in1 (sosis, kentang stik, nugget), eskrim goreng. Kalau saya nagih dengan sekrim gorengnya. Level rasa terpuji. Mungkin, karena masih baru menu dessert-nya masih sedikit, belum banyak pilihan. Kemarin sempat usul untuk menambah menu baru untuk dessert.

Selanjutnya, kelompok minuman. Di Mie Setan Jahanam ini menyediakan aneka pilihan menu minuman seperti es teh, es jeruk yang gelasnya bikin customer sukaaaaa, karena apa? Yap, karena ukurannya yang jumbo :D, ada red squash, blue squash, dan green squash (aslinya ada namanya, tapi saya lupa *haha) ketiga minuman squash ini saya sudah coba semua dan yang terakhir ada aneka milkshake (khusus milkshake belum pernah nyoba).

Mie Setan Jahanam ini terletak di Jalan Ronggowarsito no 102A, jika dari arah SMPN 1 Ngawi lurus saja hingga melewati klinik merah putih, lurus dikit sebelum pertigaan RSUD Ngawi. Buka dari jam 9 pagi hingga 9 malam. Menurut pengalaman sih, ketika pertama kali ke sana sebelum jam 8 sudah habis karena memang ramai. Untuk range harga, tenaaaaaang, cukup bahkan ramah di kantong dengan tempat yang nyaman dan bersih. Ada TV dan wifi juga.

Semoga bisa memberi rekomendasi bagi teman-teman yang butuh tempat untuk melepas kangen dengan sahabat-sahabat tercinta saat pulang ke Ngawi. ^^

The Essential of Life: K I N G #2

IMG_5622 (FILEminimizer)*dokumentasi pribadi*

Berawal dari banyaknya postingan kegiatan dari teman-teman Kelas Inspirasi atau disebut dengan KI dari seluruh penjuru negeri di dinding Facebook saya sejak bulan Januari 2016, maka khusus postingan kali ini saya ingin (sedikit) nostalgia tentang Kelas Inspirasi Ngawi yang kemudian disingkat dengan KING. Saya bergabung di KI Ngawi sebagai angkatan kedua tahun lalu (2015) di bulan September. Saya bukan orang Ngawi asli, tapi saya besar di kota yang berbatasan langsung dengan Jawa Tengah ini. Rasa memiliki inilah yang rasa-rasanya memanggil untuk ikut serta berbagi kebahagiaan.

Saya suka sekali menyelam di dunia maya, terlebih didukung dengan fasilitas yang oke sejak ngekos di Jogja ada wifi di kosan atau saya akan menyempatkan pergi ke luxury, warnet yang nyaman sekaligus ‘surga’, ketika pulang ke rumah (Ngawi) juga ada wifi karena toko punya ibuk jadi warnet hingga pindah ke Bintaro juga ada fasilitas wifi yang nggak nyendat kecuali saya streaming drama korea *ups ^^v
Hobi menyelam di dunia maya itulah mempertemukan saya dengan info pendaftaran Kelas Inspirasi Ngawi, kemudian saya daftar dan saat pengumuman saya diterima. Well, langkah selanjutnya pesan-pesan tiket untuk pulang ke Ngawi.

Kelas Inspirasi lahir dari teman-teman Indonesia Mengajar dan beberapa teman profesional yang ingin berkontribusi dalam bidang pendidikan di Indonesia. Kelas Inspirasi adalah kegiatan yang mewadahi profesional dari berbagai sektor untuk ikut serta berkontribusi pada misi perbaikan pendidikan di Indonesia. Kegiatan Kelas Inspirasi berlangsung dalam 1 hari, relawannya dibagi menjadi dua yaitu, relawan pengajar dan dokumentasi. Bagi relawan pengajar materi yang disampaikan adalah mengenai profesi masing-masing dan bercerita tentang cita-cita dengan para siswa dan relawan dokumentasi bertugas mengambil gambar kemudian membuatnya dalam video.

Kelas Inspirasi Ngawi batch 2 diselenggarakan di sekolah dasar yang sudah disurvei sebelumnya. Saat itu saya ditempatkan di SDN Gelung 5 Kecamatan Paron, dari semua SD yang dituju, SD yang saya tuju adalah SD yang paling mudah dituju dengan medan yang tidak sulit. Sehari yang tidak penuh saya melewatinya dengan anak-anak yang sangat antusias saat saya mengabadikan momen demi momen.

Lalu, apa yang didapat?

Setiap kejadian pasti ada saripati yang bisa diambil dan dijadikan cerita indah. Begitu juga dengan kegiatan Kelas Inspirasi Ngawi yang saya ikuti.  Bagi saya, mengikuti Kelas Inspirasi Ngawi ini bukan kali pertama bagi saya, sebelumnya saya telah mengikuti Berbagi Senyum yang diselenggarakan Rumah Zakat sejak Oktober 2014 serentak se-Indonesia dan saya ikut di Kota Jogja. Bertutur tentang berbagi kebahagiaan melalui kegiatan kerelawanan bagi saya tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Ada rasa entah apa namanya yang tidak mudah dideskripsikan. Bisa jadi bahagia, terharu, sedih, termotivasi, bersemangat dan masih banyak rasa yang teraduk di dalamnya. 😀

Tentunya, ada rasa bahagia ketika bisa mengambil peran, ada rasa syukur yang semoga semakin bertambah, ada semangat yang semoga semakin beranak pinak dan doa yang selalu terus melangit agar senantiasa dianugerahi kesempatan, kelapangan, ilmu, pengalaman, kepekaan, dan ringannya langkah. Bertambah sahabat yang memiliki mimpi yang sama untuk aktif berbagi inspirasi, ilmu, dan pengalaman. Essentially, when you share everything you will find the meaning of happiness. Karena bahagia tak melulu soal materi atau harta, bisa memberi manfaat dan menginspirasi itu juga kebahagiaan. ^^

Kelas Inspirasi telah lahir di berbagai kota di Indonesia dan semakin bertambah jumlahnya. Jika di kota kalian belum ada Kelas Inspirasi bisa lho dibidani untuk lahir di kota kalian untuk info lebih lanjut di sini.

Yuk, berbagi cerita untuk menumbuhkan cita-cita anak Indonesia!

Hello!

Seperti yang tertulis di tagline blog ini “Si Kecil, Pemimpi Besar” itu sudah sebagian mewakili tentang saya. Saya ini kecil tapi berisi, semoga otaknya juga berisi dengan wawasan-wawasan yang semakin bertambah *aamiin* dan saya ini pemimpi besar, saya hanya memanfaatkan yang kata orang bermimpilah sebelum bermimpi itu dilarang, jadi saya juga berkompetesi dengan yang lain untuk membangun mimpi. 😀
Ohya, tak kenal maka mari berkenalan, agar makin paham makin sayang 😀

Alamat blog ini menggunakan nama tengah saya dan nama depan saya ada di kata kedua dari header blog ini. Yap, Cindi Riyanika itu nama saya yang belum lengkap. Saya kelahiran Tulungagung, tumbuh di Ngawi, lalu masa SMA (MAPK MAN 1) di Solo lanjut kuliah di Jogjakarta (UGM), kota Never Ending Asia. To say proudly, I love my life, Alhamdulillah.

Saya ingin sekali jadi orang baper, bawa perubahan dan suka sekali denger cerita atau curhatan-curhatan yang baper, bawa perasaan (pake banget). Saya termasuk orang yang cerewet tetapi juga good listener, karena dari banyak mendengar saya bisa belajar dan tahu pengalaman-pengalaman yang telah dilalui oleh orag lain. Setiap kejadian yang kita alami belum tentu dialami oleh orang lain kan?

Hobi mendengarkan yang saya punya beda ya sama nguping *haha, kebanyakan sih dalam bentuk curhatan ke saya, karena saya tipe pelupa dan saya hanya manusia yang banyak lupa, setelah jadi tempat curhat saya sering lupa kalau si A, B, hingga Z pernah cerita sama saya, atau lebih sering terjadi kecelakaan saat dengerin curhat, saya ketiduran. 😀 Lalu apa hubungannya dengan hobi saya yang lain yaitu menulis? Tentu saja ada, dari mendengar banyak hal itu saya bisa kedatangan ide yang tidak terduga, punya inspirasi sekaligus akan saya pilah-pilah untuk diambil saripati yang terbaik. Saya suka menulis, malah sudah bisa disebut itu cinta. Saya mulai serius belajar menulis dari SMA karena saat itu ekstra kurikuler tiap sabtu ada pelatihan menulis dari FLP Solo. Namun, faktor X yang saat itu dominan karena ada mentor yang good-looking *haha*ups, itu kisah jaman SMA.

Bukti keseriusan saya pada menulis, saya buktikan terutama pada diri saya sendiri saat memenangkan lomba menulis se-Surakarta pada tahun 2006 dan juara harapan 1 pada tahun 2007. Berlanjut diamanahi sebagai pimpinan redaksi buletin sekolah dan bendahara majalah sekolah. Saat di Jogja, saya anggap diri saya ini rajin mengikuti pelatihan kepenulisan, ikut lomba ini itu, dan akhirnya diajak bergabung dengan tim redaksi MiniMagz (sekarang bernama Inspire) sejak saat itu saya makin serius belajar dan menemukan secuil bahagia ‘it is my world’.

Menulis mengantarkan saya bertemu banyak orang dengan beragam pengalaman dan pendidikan serta mengantarkan saya jalan-jalan. Pada bulan Mei 2015, melalui seleksi essai (dalam bahasa Inggris) dan CV saya terpilih sebagai salah satu successful applicant untuk mengikuti Smart Living Challenge (SLC) 2015 yang diselenggaraan Kedutaan Swedia yang bekerjasama dengan IKEA, selama acara berlangsung didampingi Dubes Swedia dan Manager IKEA, foto ada di sini. Menulis mengantarkan saya jalan-jalan ke Semarang di acara Youth Media Festival pada bulan Oktober 2015 serta mengantarkan saya jalan-jalan ke Purwokerto dalam acara international conference dalam bidang sastra, bahasa, dan budaya di Universitas Jenderal Soedirman, saat itu saya terpilih sebagai presenter yang mempresentasikan makalah di sesi diskusi panel. Pada bulan Februari, melalui menulis seharusnya saya bisa bertemu dengan ibu menteri pemberdayaan perempuan dan anak dalam rangka penyerahan hadiah lomba, sayangnya saya melewatkannya karena pemberitahuan yang mendadak dan saya sedang tidak di Jakarta. Anggaplah belum rejeki. Menulis juga mempertemukan saya dengn orang-orang hebat di One Day One Post dengan semangat luar biasa dan tulisan-tulisan yang kaya. Semoga bisa makin cinta dengan menulis dengan terus mengasah kemampuan karena menulis adalah keterampilan yang harus dilatih bukan sekedar teori saja. Jadi mari semangat praktek menulis!

Semakin lama, menulis seakan menjadi kebutuhan seperti halnya membaca dan fotografi bagi saya. Eh iya, saya juga suka fotografi dan alhamdulillah, teman saya EOS telah hadir sejak tahun 2012. Fotografi, dunia publishing, blogger, dan content writer yang saya tekuni secara serius sejak 2012 hingga sekarang seakan memberi gambaran siapa saya, dunia saya, dan cinta saya. Saya juga sedang belajar menekuni dunia copy-writing. Writing is unspoken conclusion. Tidak bisa digambarkan dengan kata-kata bahkan saya mengalami dilema untuk menentukan program kuliah yang akan saya ambil. Punya mimpi mendirikan komunitas online di dunia menulis khususnya museum dan mimpi bisa kuliah di program Book and Digital Media dan semoga Allah mengijabah kedua mimpi saya ini (yang berkaitan di dunia menulis).

Yap, inilah sedikit tentang saya dan I say proudly, Hello! to all of you. ^^

 

Pandangan #2: Memandang Rumput Tetangga

Hal sawang-sinawang atau yang biasa dikenal dengan pandang-memandang ini seakan terlihat sangat remeh, tetapi tidak bisa dipungkiri hal yang remeh ini sering mengikis dan mendatangkan ujian bagi hati. Di mana hati akan diuji untuk melihat ‘ke atas’ atau melirik hal-hal yang menawarkan kenikmatan, kemudian akan datang bisikan-bisikan yang membandingkan antara keadaan diri dan kenikmatan yang hadir dalam pandangan yang (mungkin) sekejap.

Ada yang terlihat bahagia menikmati jalan-jalan ke luar negeri dengan senyum-senyum sumringah di setiap jepretan kamera. Namun, siapa yang tahu di balik senyum sumringah itu ada usaha yang berdarah-darah untuk mewujudkan sebuah perjalanan ke luar negeri. Ada yang mengunggah foto anak-anak yang lucu dan menggemaskan yang jika dipandang mengundang rasa iri atau rasa ingin memiliki, tapi siapa yang tahu, di balik senyum lucu dan manis bayi-bayi itu ada perjuangan berat para ibu, sedangkan penikmat foto bayi-bayi itu hanya tahu senyum yang terukir di wajah ceria sang bayi. Ada yang memiliki pekerjaan bagus dan mentereng, bisa memiliki apa yang diinginkan dengan gaji yang diterima tiap bulan. Di sisi lain, siapa yang tahu bahwa mereka dibebani pekerjaan yang banyak, kurang porsi tidur bahkan berkurang untuk quality time dengan orang-orang tercinta. Ada seorang single yang memandang bahwa pasangan yang menikah itu selalu bahagia karena ada partner untuk berbagi ketika foto-foto perjalanan berdua terunggah di akun-akun media sosial. Ya, itu hanya sekelumit kisah tentang memandang.

Dunia ini dipenuhi dengan tipu daya yang juga ditimpali dengan debu-debu halus yang berterbangan di mana-mana. Oleh karena itu, jika tak punya alat bantu untuk penglihatan, tidak ada yang menjamin jika nantinya akan tersesat atau terperangkap. Maka agar bisa terhindar dari itu, dibutuhkan pelindung mata agar bisa tetap melihat, berhati-hati dalam melangkah dan menghindari jebakan.

Alat bantu itu bukan sekedar kacamata biasa, kacamata biasa pun ketika ada goresan-goresan di lensa, maka lensa pun perlu diganti, perlu di-upgrade. Begitu juga alat bantu untuk memandang hal-hal yang bersifat filosofis dalam hidup. Alat bantu itu adalah iman, ilmu dan amal. Ibnul Jauzi berkata, “Aku merenungi dunia dan akhirat. Aku menyadari bahwa peristiwa-peristiwa yang menyangkut dunia sungguh nyata dan alami, sedangkan peristiwa akhirat hanya dapat dilihat dengan kacamata iman dan keyakinan. Yang nyata lebih kuat daya tariknya bagi mereka yang lemah iman.”

Peristiwa-peristiwa yang menipu pandangan akan selalu ada dengan berbagai penyebabnya. Bisa karena pergaulan, melihat hal-hal yang menarik hati yang menderung membawa pada kecintaan duniawi. Lalu bagaimana? Menyediakan sedikit waktu untuk berdzikir, merenung, berpikir, serta menambah porsi ilmu dan pengetahuan tentang agama, karena merenung dan tafakur akan menghindarkan dari pikiran-pikiran negatif sedangkan ilmu, pengetahuan yang selalu ditadabburi adalah obat yang sangat menenangkan.

Jadi, tidak hanya ponsel pintar saja yang di-upgrade tetapi alat bantu memandang yang kita miliki juga perlu diperbaiki agar dengan alat bantu yang jernih bisa membantu kita mengarungi hingar-bingar dunia serta mata yang tertutupi oleh debu-debu yang akan menyulitkan setiap langkah yang akan kita ambil dan jalani.

 

nb: related post

Entschuldigung

“Ingatkah kau, drama di bulan ini?”

Sebenarnya tak ada maksud untuk membuka luka lama. Sebenarnya aku pun tak ingin mengingatnya tapi aku harus tunduk pada permainan perasaan dan pikiran yang kemudian memainkan slide show dua tahun yang lalu. Bulan ini, Mei—entah hanya aku yang ingat atau kau dan mereka pun juga mengingatnya—genap dua tahun (tepatnya tanggal berapa aku lupa, yang kuingat itu terjadi di bulan Mei) perdamaian kita tanpa tahu apa masalahnya secara jelas. Kekanak-kanakkankah? Keegoisankah? Kesalahpahamankah? Entahlah. . . Kutahu kita saling menyakiti atau hanya aku yang menyiksa diri. Kau selalu sembunyi di balik senar gitar dan temaram malam. Aku tak tahu apakah kau merasa aku melukaimu hingga kau tak merasa tersakiti karena aku telah sering menanam luka itu dalam hatimu. Ya, kau telah terbiasa. Orang bilang padaku, kau bisa merajut senyum untuk mereka tapi mahalkah senyum itu untukku? Orang selalu memujimu tapi aku mengenalmu dengan versi yang kumau. Itulah masalahku.

***

Mei 2006

Malam memuram. Kita terdiam. Diamku, diammu, diam kita telah menyakiti udara membuat alam enggan bersuara. Kuyakin malam ini kau sedang bercumbu dengan sepotong kue kuning di angkasa sambil kau susutkan airmatamu. Aku tak pernah tahu bagaimana sakitmu karena kau tak pernah brontak padaku. Diammu adalah sangkar bagi peraasaanku karena aku tak pernah tahu apa yang kau rasa. Aku hanya bisa menebaknya. Inginku dalam diammu kudengar banyak suara karena kuyakin diammu adalah kata-kata. Namun lagi-lagi aku tak bisa. Malam ini aku tak melihatmu tapi tangisanmu yang tak terlihat telah merobek waktuku dan menghampiriku dengan caranya sendiri.

Kita sama-sama tahu bahwa kata terlahir dari huruf yang berpasangan. Kita juga sama-sama tahu seindah apa pun kata terukir ia tak kan bermakna jika tanpa jeda. Kita pun sama-sama mengerti akan hal itu dan kita pun menyadari jeda di antara kita kian melebar. Kuputuskan datang menjengukmu ke tempat yang kau agung-agungkan sebagai singgasanamu. Kedatanganku ke singgasanamu kali ini bukan tanpa misi. Aku ingin kita sepakat menghapus beberapa jeda yang kita punya lalu menciptakan spasi secukupnya agar kita bisa bergerak untuk saling memahami dan menghargai. Itulah misiku.

Dalam raga kita ada hati, dalam hati masih ada satu ruang tak bernama. Ruang itu kecil, isinya sangat halus, lebih halus daripada serat sutera. Berkata dengan bahasa yang hanya bisa dipahami oleh nurani. Harapanku, apa yang ada dalam genggamanku saat ini adalah kunci untuk membuka ruang tak bernama itu agar kutemukan serbuk-serbuk pengampunan darimu. Kunci itu adalah misiku yang kuat yang bisa menguatkanku hingga aku ada di hadapanmu. Seperti sekarang ini. Kita tak sendiri. Kita berdelapan. Ada enam belas bola mata yang menyaksikan termasuk mata kita yang sibuk mencari jawaban, sibuk mengumpulkan daya untuk sebuah pengakuan atas kejujuran. Kita tertunduk. Sibuk.

“Mulailah agar semua ini cepat berakhir”, batinku. Semua terdiam seolah biarlah kita bicara dengan hati. Bicaralah maka akan kita dengar tanpa kita perlu alat, tak perlu hadir hanya untuk bercakap.

“Ayolah…!!!”, seruku tapi tidak ada gelombang untuk menyuarakannya. Hening.

Aku masih diam sambil menunggu seseorang yang telah berjanji menemaniku untuk perdamaian ini. Dia teman seperjuangan dalam menyelesaikan kontrak kerja yang telah mengikat kami dalam satu tim.

“Maaf…maaf…aku terlambat”, teriaknya. Kutatap dia dan dalam tatapanku, kuingin dia melihat kelegaan dalam diriku.

“Akhirnya kau datang, kawan.”, seruku tapi masih tetap dalam kebisuanku.

“Kedatanganku kemari …”, itulah awal kata yang meluncur dari bibirku.

“Jangan katakan apa pun!”, perintahnya. “Sebelum kau terima tisu ini, aku tak ingin airmatamu keluar sia-sia. Aku terlambat karena membeli ini.”, lanjutnya dengan gaya slengekannya. Itu sangat menghiburku di saat seperti ini.

“Terimakasih…” Aku jawab dengan sebuah anggukan.

“Di saat kritis seperti ini kau masih sempat bercanda?”, pikirku. Kubalas slengekannya, “Apa kau cuci dulu tisu ini sebelum kau memberikannya padaku? Baunya seperti deterjen. Bau Rinso.” Dia tertawa dan aku semakin lega akan kehadirannya. “Terimakasih kawan, ini sangat harum.”

Ku mulai merajut kata. Semua diam. Semua menunggu mutiara yang akan terlahir dalam perdamaian ini. Akhirnya selesai juga rajutan itu. Aku memulai negoisasi itu.

“Kedatanganku kali ini, yang pertama untuk menyambung persaudaraan di antara kita. Kita tahu apa yang terjadi tanpa perlu ditutupi lagi. Aku ingin meminta kerelaanmu untuk memaafkanku atas semua sikap dan keegoisanku. Jika boleh, ijinkan aku memintamu agar kau tak pergi dari kontrak yang telah kita sepakati bersama. Kita semua saling membutuhkan untuk saling melengkapi. Maukah kau menerima permintaanku?”

“Tak pantas kau meminta itu padaku. Aku tak pantas menerimanya. Justru aku yang harus meminta maaf atas semua ini. Aku hanyalah sehelai benang yang cacat yang hadir dalam selembar kain yang kau sulam sangat sempurna. Maka buanglah benang cacat itu agar kainmu tetap indah. Aku rela jika…”

“Dalam sulamanku tak ada benang yang cacat karena aku telah memilihnya dengan teliti. Aku mohon, kembalilah bekerja dan sempurnakan keberadaan kami. Cobalah…!!!”

Kulihat kau tak menolak dan kau pun juga tak mengiyakannya. Biarlah, kali ini kubiarkan kau berfikir. Kubiarkan kau berdiskusi dengan pikiran dan nuranimu sendiri tanpa perlu aku menerobos masuk ke dalam untuk mengetahui proses yang sedang kau jalani. Berakhir sudah negoisasi perdamaian ini walau terkesan menggantung. Masih saja, aku membiarkan nuraniku berharap padamu agar pintu untuk memasuki ruang itu terbuka lebar. Agar spasi yang telah hadir terhapus hingga tercipta jeda yang wajar. Bukalah dirimu karena membuka diri berbeda dengan menyerahkannya. Di ruang kecil itu, ada teras untuk tamu. Tak lelah aku berharap agar aku menjadi tamu dan duduk di teras itu sebagai sahabatmu. Salah satu sahabat dari sekian banyak sahabat yang kau miliki. Sulit sekali mengatakannya. Akhirnya terkatakan juga, “Entschuldigung”.

***

Lamunanku pun selesai bersama bulir-bulir peluh langit yang jatuh karena lelah berarak . Teater singkat yang menjebak pada masa lalu itu telah menutup layarnya tanda drama singkat itu usai. Andai kutahu kemana peluh-peluh langit itu bermuara maka akan kutitipkan pesan singkat itu untukmu. Andai pesan itu sampai maka akan kau dapati aku berucap, “Entschuldigung…Entschuldigung…Entschuldigung…!!!”

Teater yang kuciptakan terasa amat sempurna karena sayup-sayup terdengar sebuah lagu merdu dan kubiarkan lagu itu melintas hingga tertangkap oleh pendengaranku.

Pertengkaran Kecil

Sedih bila kuingat pertengkaran itu

Membuat jarak antara kita

Resah tiada menentu

Hilang canda tawamu

Tak ingin aku begini

Tak ingin begini

Sobat rangkaian masa yang telah terlewat

Buat batinku menangis

Mungkin karena egoku

Mungkin karena egomu

Maaf aku buat begini

Maaf aku begini

Bila ingat kembali janji persahabatan kita

Tak kan mau berpisah karena ini

Pertengkaran kecil kemarin cukup jadi lembaran hikmah

Karena aku ingin tetap sahabatmu

By: Edcoustic

Dengarkanlah…Rasakanlah…!!! Kisah ini teramat indah untuk disia-siakan…

Kota Berhati Nyaman, Mei 2009

 

“Terimakasih telah mengajariku berkisah”

“Senyum dan airmata akan terasa indah bila tepat pada waktunya”

Note: “Entschuldigung” di ambil dari bahasa jerman yang berarti “Maafkan aku.”

Penghalang Pandangan #1

IMG_20160227_172210*dokumen pribadi, diambil dari pesawat SA

Saya akan selalu mengambil beberapa saat agak lama ketika di depan kaca jendela. Di sana, saya belajar bahwa pandangan yang tertangkap mata ada yang benar-benar jelas dan ada yang buram. Objek di luar sana tidak pernah berubah, penentunya adalah kaca jendela yang ada di antara mata dan objek, penerimaan, dan keyakinan. Begitu juga tentang pandangan saya tentang hidup, tentang segala sesuatu yang terjadi. Bukan objek yang salah ketika terlihat buram atau buruk. Namun, ada penghalang antara saya (kita) dan apa yang dilihat. Perlu banyak hal untuk bisa ‘melihat’, bisa dengan wawasan, ilmu, sikap optimis bahkan tentang konsep positive thinking.